Minggu, 10 September 2017

Monokrom itu.....

Sebagai seorang wanita yang mempunyai banyak kegiatan, tentu memiliki tantangan tersendiri dalam perihal penampillan. Terlebih harus bertemu dan berhadapan dengan banyak orang serta lingkungan luar. Apalagi dengan kebanyakan orang yang kurang percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Nah kali ini, aku bakal memberikan hasil foto-foto dari "monokrom itu".


suit with what's in these days, monochrome.



Ph.by @corinabouchariTln.s @andinisp_

Senin, 23 Januari 2017

Greenery of Garden

Hallo readers! Anw this time I wanna tell you about GOG Photography. Jadi ceritanya, ini adalah beberapa hasil foto yang aku ambil dengan topik Greenery of Garden. Nah, disini aku dibantu seorang rekan untuk dijadiin talent (a.k.a model). Lalu kenapa Greenary? karena hal itu melambangkan hubungan kita dengan alam. Oh iya! Special thanks to Kaszak yang berpartisipasi dalam project kali ini. 
Be friends with plants
Play Perspective 



Show off the beack

Do the sleep and waiting

Walk in …

Take a walk
Thanks to views :)
Photo : @corinabouchari
Model :@kaszak96

Jumat, 20 Januari 2017

COOLKIDS


Gue mungkin bukan orang yang bisa mengeluarkan kata-kata dengan manis dan puitis. Namun disini gue pengen ungkapin apa yang telah gue pelajari dari apa yang gue rasain selama ini. Punya banyak musuh itu gampang, tapi punya satu sahabat itu susah. Gue pernah tahu kalian dari awal. Tapi itu hanya sebatas kenal. Mulai dari herlinda yang gue tahu dari MPKMB, fai yang sekelas pada semester awal dan paling gue benci karena omongannya yang gue pikir kasar (sampe gue bertekat dulunya ga mau kenal dan ga mau tahu elu fai), tahu jijah karena anak kampus pada bilang tingkah lakunya samaan, dan tahu rini karena pacaran sama kakak tingkat. But, it's easy.

Semester 3

Semester tiga kita dipertemukan lewat kelas yang sama. Dari kalian yang cuma berempat dan masa bodo sama sekitar hingga sebuah project akhir kelas nyatuin buat lebih mengenali kalian. Gue masih inget waktu pagi-pagi fai joinin gue ke grub line dan jijah langsung nongol dengan kalimat gilanya. Dari sana gue mikir, ga semua orang itu bermuka dua. Kalian jangan salah sangka dulu yaaaa, gue parnoid sama orang yang deket dan gue anggap temen tapi ternyata psikisnya bertopeng. Karena itu ga ke semua orang gue bisa terbuka dan berbaur juga. Tapi kalian beda, beda dari manusia, beda dari gila, beda tapi tetap jadi diri kalian sendiri. Fai yang dewasa tapi kadang lebih dari bocah, karmen yang setia bantu gue hidup di akhir bulan, jijah si bocah gila tapi kadang juga bisa dewasa (15%) dan rini yang kita anggap si bungsu dan akan kita manja dan jaga. Entah apa yang bisa kalian ungkapkan terhadap gue. Seengganya kalian berempat bisa paham akan gue. Meski masih ada yang belum bisa gue tuang ke kalian, karena gue masih anggap itu privasi.


Semester 4
Banyak hal yang gue pelajari dari kalian, dari kita, dan dari apa yang kita nilai. Gue masih berharap kita akan tetap sama. Berjalan di bawah langit yang sama, mencapai apa yang ingin kita gapai, dan meraih apa yang kita impikan. Masih tetap sama untuk esok lusa ataupun nanti, 1 tahun lagi, 5 tahun lagi ataupun sampai tua nanti.

Semester 5
Soon memori wisuda! Akan ada waktu pertemuan dan perpisahan. "Muda itu cuma sekali dan tuapun belum tentu terjadi. Nikmatilah hari ini :)''

Minggu, 20 November 2016

Orang-Orang Pengungsian



Aku melihat orang-orang di pengungsian yang berhamburan keluar menuju jalanan sempit yang masih basah. Seseorang lelaki berbadan besar berdiri paling depan, seperti pemimpin bagi mereka. Sebuah truk berukuran sedang, sepertinya membawa makanan, mereka hadang. Hingga hampir terseok, terpuruk ke dalam genangan air. Aku hanya duduk diam di bangku teras halaman pengungsian. Ruhku sudah lama enggan bergerak dengan jiwa, semenjak reruntuhan pasir dan bebatuan dengan deras menghantam punggungku hingga nyaris mati rasa.

“Buka pintunya Pak. Bukaaaaa!!.” Mereka bersorak sambil memukul-mukul badan truk, hingga si supir bingung tidak kuat menahan pergerakan orang-orang pengungsian. Seorang lelaki berpenampilan klimis turun dari kursi sebelah supir. Aku tak tahu persis wajahnya dengan jelas hanya saja bajunya rapi tanpa bekas lipatan sedikitpun dan sepatu licin mengkilap. Tak pantas rasanya dibawa ke daerah pengungsian becek seperti ini.

Si lelaki klimis tersenyum, menampakkan gigi kuning hasil bergumul dengan tembakau. Ia berjalan jumawa – penuh kesombongan dan keangkuhan, membuka pintu belakang truk. Tak paham, jika orang-orang pengungsian sudah hampir tak waras menunggu makanan dibagikan.

“Ayo Pak dibuka. Jangan lama-lama!.” Lelaki berbadan besar tadi menghardik si pria klimis. Tapi ia hanya tersenyum. Pandai sekali bercitra di depan orang banyak.

Sekantong plastik kecil berisi beras, dan dua bungkus mi instan. Orang-orang pengungsian yang melarat itu hanya diberikan ini, dari pemerintah jumawanya. Aku hanya diam menyaksikan Ibu-Ibu sibuk merebus air dalam sebuah panci besar. Sebagian yang lainnya menuangkan bumbu mi ke dalam wadah yang tak kalah besar. Uap nasi sudah mengepul dari tadi, menunggu airnya kering. Seharian mereka menunggu makanan datang, usus-usus mereka hanya dihibur dengan nasi dan mi instan.

Aku tak pandai membantu. Di sini Aku seperti enggan sekali berbicara. Entah siapa yang ingin Aku salahkan.

Anak-anak kecil berlarian di halaman pengungsian. Kaki mereka tertutup oleh tanah basah, menyisakan bekas jejak kaki di setiap tempat yang diinjak. Kaum lelaki murka menyuruh mereka mencuci kaki. Semua orang ingin makan, tetapi lantai sudah terlanjur kotor oleh bocah-bocah berkeliaran.

Piring-piring kertas yang sudah berisi nasi dan mi instan dihidangkan di tengah ruangan. Punyaku tetap ku tenteng di tangan, tak mau bergabung dengan yang lain, serta segelas air putih di dalam gelas plastik. Orang-orang pengungsian makan dengan lahap, dan Aku hanya bagian dari mereka yang tetap terpojok dengan situasi ini. Gigiku lemah sekali untuk mengunyah makanan, menahan air di pelupuk mata. Mereka seperti menikmati bongkahan daging lezat, padahal hanya mi instan yang katanya tidak baik tapi mereka malah memberikan.

Keesokan paginya, anak-anak menggelepar. Merintih menahan sakit perut. Tak sedikit yang berujung muntah hingga berwarna putih, karena isi perutnya sudah terkikis dikeluarkan. Entah informasi dari mana, sekelompok orang-orang yang muncul di televisi datang ke daerah pengungsian. Mereka sibuk menanyai beberapa orang pengungsi lalu merekamnya. Tidak ada yang peduli pada anak-anak yang merasa lapar tidak berdaya. Mereka butuh informasi dan simpati orang seluruh pulau.

Salah seorang dari mereka mendekatiku, lalu mengajak mengobrol. Aku hanya diam tidak mau bicara. Aku takut melihat alat besar yang ditopang di bahu salah seorang yang mengajak mengobrol tadi. Aku tidak mau wajahku dijadikan objek untuk acara mereka.

Hingga siang menjelang, sebuah ambulans memasuki halaman pengungsian. Dengan bidan-bidan yang jutek mereka harus mengadu dengan rintihan kesakitan mereka. Orang-orang sibuk mendengungkan lingkungan yang kotor, tapi mungkin saja beras-beras kemarin yang warnanya sudah tidak putih bersih yang menyebabkannya? Atau dua bungkus mi instan, yang harusnya masuk tempat pembuangan karena sudah tak layak konsumsi. Semua orang di luar sana berasumsi, dan Aku hanya menikmati saja.

Radin, bocah laki-laki berusia 4 tahun meregang nyawa. Radin dehidrasi berat akibat muntah yang tidak henti-hentinya. Ibunya menangis meraung. Kehilangan buah hati satu-satunya. Orang-orang pengungsian tertunduk lesu, prihatin melihat. Bapak Radin menatap anaknya yang sudah memucat, lalu menerawang jauh hingga reruntuhan bukit bekas longsoran. Aku juga tidak kuasa menahan air mata. Jauh sebelum ini, kehilangan memang satu hal yang paling berat.

Seandainya ia tidak dipaksa untuk menjual kebun puluhan hektar di atas bukit untuk villa-villa itu. Ia seharusnya menolak keras lelaki tua bermulut manis yang membuatnya lupa. Lalu Bapaknya Radin menagis sesegukan. Ia menyendiri di belakang tempat pengungsian dari sore tadi setelah pemakaman anaknya.

Tengah malam menjelang pagi Aku masih terjaga. Duduk melamun di pintu pengungsian. Aku melihat Bapaknya Radin menuju kran air di ujung sana. Ia mencuci muka, lalu tangan dan kepala, ohhhh ia berwudhu. Bapak Radin menggelar kain lusuh yang tadi menggantung di lehernya. Rupanya ia hendak shalat mengadu pada Tuhan. Aku hanya melihat dengan ujung mata dari kejauhan. Ingat kalau sudah lama aku tidak melakukannya. Tidak satupun yang tahu Bapaknya Radi berdoa apa. Ia menekuri  alas sujudnya. Lama sekali ia mengangkat tangan tinggi, hingga matanya berlinang basah. Hingga di bawah bukit longsor tempat orang-orang gedung tinggal cahaya api gemerlap. Membara meletup-letup beringas membakar.

Ah.

Sebaiknya, aku tidur. Semoga esok hari saat aku terjaga dan semua permasalahan ini telah usai. Aku berharap esok lusa tak ada lagi orang-orang yang tergiur akan uang semata dan mementinngkan duniawinya. Aku tahu jika mereka berharap dan berusaha, hal-hal indah mungkin menunggu mereka.

Cerpen Duet  : Corina Nafia & Miftahur Rahmi
Cover Cerpen by Corina Nafia


Mengenal Kampus Diploma Institut Pertanian Bogor

Hai readers !! Ini merupakan blog pertama aku setelah lama fakum dan membersihkann tulisan-tulisan terdahulu.
Untuk tulisan pertama kali ini, aku bakal berbagi tentang Diploma IPB. Mulai dari Program Keahlian atau bisa disebut dengan jurusan (bagi kampus lain) sampai dengan lingkungan kampusnya :) 



Nah, di kampus Diploma IPB ini berpusat di Kota Bogor, tepatnya Program Diploma Kampus IPB Cilibende, Jalan Kumbang No. 14 Bogor 16151. Di kampus Diploma IPB,kita akan menemukan 18 Program Keahlian (PK), buat lengkapnya bisa readers baca dan ceck pada link berikut ini http://pmb.diploma.ipb.ac.id/p/ProgramKeahlian :)



Kampus Diploma IPB ini memiliki 5 gedung pusat, dimana 4 gedungnya adalah untuk perkuliahannya. Ada yang disebut dengan CC (gedung utama) sebagai pusat informasi (akademik), ada yang disebut dengan CA (Cilibende A), CB (Cilibende B), GG (Gunung Gege) dan BS (Baranang Siang). Namun, BS juga diperuntukan bagi mahasiswa S2 Institut Pertanian Bogor. 


Nah itu bentuk gambaran singkat dari aku tentang Kampus Diploma IPB, semoga bermanfaat bagi kalian yang ingin tahu tentang kampus pertanian ini. Bagi readers yang butuh informasi lebih, bisa komentar di bawah yaaa :)
Tunggu tulisan selanjutnya yaaaaa

Foto by Noviana